Uang Bukan Segalanya

06.15 Unknown 0 Comments

17892ace47a7096d4cb9806863d51600_bigstock-love-or-money-1268992

Seminggu yang lalu, aku berkesempatan menunjungi daerah yang sering menjadi tujuan utama wisata, bahkan namanya sudah mendunia. Orang asing pun jika ditanya tenntang Indonesia pasti tidak tahu, berbeda jika menyebutkan daerah wisata tersebut pasti langsung mengetahuinya padahal daerah tersebut bagian dari Indonesia juga. Di sini aku tidak ingin menyebutkan nama daerahnya. Ceritanya aku ke sana dengan hajat Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang setiap mahasiswa semester 4 di fakultasku diwajibkan untuk melaksanakannya.


Tujuan intinya adalah mengetahui kegiatan ekonomi secara langsung yang sebelumnya kita hanya mengetahui teori-teorinya saja di bangku kuliah. Sambil menyelam minum air, ya belajar sekalian berefreshing. Ke dareah tersebut sekaligus mengunjungi beberapa tempat wisata, sekedar melepas penat.

 Di jalan-jalan sudah tak aneh lagi banyak dijumpai turis-turis asing. Agaknya masyarakat sekitar sudah terbiasa, berbeda jika di daerah lain kedatangan satu saja warga Negara lain pasti langsung jadi tontonan jutaan mata. Aku tak heran karena memang kabarnya daerah tersebut sudah menjadi tempat wisata warga asing sejak sebelum Indonesia merdeka. Hal itu menjadi kebanggaan sendiri bagi Indonesia.

Satu pemandangan yang tidak sedap untuk dilihat adalah saat ada wisatawan local dan wisatawan asing memasuki sebuah objek wisata. Sangat terlihat jelas akan ada perbadaan pelayanan. Turis asing akan lebih dilayani dengan sangat ramah bahkan sangat sopan. Berbeda dengan turis lokal, pasti akan dipandang dengan sebelah mata oleh masyakat sekitar. Mungkin dikarenakan turis asing lebih berduit.

Suatu ketika aku dan beberapa temanku mencoba salah satu permainan air (objek wisata pantai), mereka menyebutnya mengunjungi pulau penyu. awalnya aku sedikit merasa aneh dikarenakan aku ingat bahwa disekitar tempat itu tidak ada pulau yang dekat. Dengan penuh rasa penasaran aku bersama 9 teman lainnya naik keperahu dengan biaya Rp.40ribu rupiah untuk melihat penangkaran penyu dan kabarnya disana juga ada kalong, ular, landak serta landak. Pemandu wisata menjelaskan bahwa nanti saat ditengah laut, kapal akan diberhentikan sejenak agar kita bisa melihat keindahan bawah laut melalui kaca yang terpasang pada bawah kapal dan juga akan diberi roti tawar agar bisa memberi makan ikan. Namun nyatanya setelah sampai ditengah laut, kita tak diberi roti tawar dan juga waktu kita untuk melihat pesona terumbu karang sangat sebentar berbeda dengan kapal sebelah yang memuat turis asing, mereka diberi waktu yang relatif lama. Bahkan turis asing pun dibekali dengan baju pelampung. Memang biaya yang dikeluarkan oleh turis asing dan local sangat berbeda namun pakah hal tersebut mengakibatkan turis local diabaikan?

Tidak berhenti di situ saja, sampai dipulau penyu yang belakangan aku ketahui bahwa bukan pulau lain melainkan menyatu dengan daerah tersebut, beberapa temanku yang ingin berfoto dengan penyu kurang dilayani dengan baik oleh pengelola. tanpa permintaan, pengelolapun langsung mengangkat penyu dari penangkaran dan menyerahkan ke turis asing agar mereka bisa berfoto dengan penyu. berbeda jika yang dating adalah turis local, mereka hanya diam saja. Alhasil, teman-teman yang ingin berfoto dengan penyu pun harus antri menunggu si bule selesai berfoto.

Aku sungguh merasa tidak nyaman dengan perbedaan pelayanan tersebut. Pakah mungkin hanya karena turis local tak banyak uang dibandingkan dengan turis asing menjadikan orang dengan kebangsaan dan setanah air tidak terlalu dihargai. Agaknya uang adalah musuh terbesar bagi semua orang dan memiliki daya tarik yang luar biasa sekali. Semoga ditempat lain tak ada perlakuan demikian terhadap turis local.

You Might Also Like

0 komentar:

Bagi pendapat Sob...