Angan-angan (Cerpen)

02.42 Unknown 0 Comments

Ku kenal dia di Masjid itu. Pertama kali ku tatap matanya, aku yakin dialah orang yang ku nanti. Aku yakin dialah bagian dari tulang rusukku. Sharoh, nama gadis manis itu. Pakaian serba rapi dan kerudung selalu ia kenakan. Ayah Sharoh adalah orang terpandang di Kampung. Dia adalah Haji Ridwan, pemilik masjid An-Nur yang berada di sebelah pasar. Seluruh orang penjuru kampung pasti sangat mengenal keluarga Haji Ridwan. Beliau terkenal karena kedermawanannya.

Aku yatim piatu yang hidup di jalanan. Makan hanya mengandalkan belas kasih jamaah masjid An-Nur. Suatu hari, panas begitu terik sangat menyengat, sejak pagi tak ada satupun orang yang memberikan belas kasihnya padaku.

Rasa lapar dan haus membuatku gelap mata. ku lihat sepasang sandal bermerek di pelataran masjid. Dengan perasaan yang was-was perlahan ku hampir sandal tersebut dan kuraih. Sedikit berlari ku tinggalkan pelataran masjid. Celakanya ketika beberapa langkah, seorang bapak-bapak setengah baya meneriaki aku maling. Alhasil teriakan bapak tersebut mengundang perhatian banyak orang. Semakin cepat ku berlari. Langkahku terhenti ketika seorang bapak-bapak berpakaian putih dan mengenakan peci berserta seorang gadis berkerudung menghadangku. Belakangan saya tahu bahwa mereka adalah Haji Ridwan pemilik masjid dan Sharoh putrinya. Kutatap kelembutan yang terpancar dari wajah Sharoh. Saat ku lihat parasnya ku rasa waktu sedetik berhenti. Keanggunan parasnya membuatku tak hentinya memandangnya. Lamunanku terhenti setelah beberapa tangan mencengkramku.

Ketakutan menyelimutiku. Beberapa temanku dihakimi warga hingga meninggal karena tindakan pencurian. Beberapa waktu lalu bahkan teman dekatku diancam hukuman 5 tahun penjara atas tuduhan pencurian sandal bolong. Itulah yang saat ini yang menggelayut di pikiranku. Apakah nanti aku akan berakhir ditangan warga atau akan mendekam di balik dinginnya jeruji besi. Sebuah bogem mentah mengenai daguku. Segera saja darah segar mengalir dari mulut. Aku berfikir mungkin inilah akhir hidupku.

Tiba-tiba Haji Ridwan angkat bicara. Menenangkan amarah warga. Negosiasi yang tak mudah dilewati Haji Ridwan dengan warga sekitar. Akhirnya sesuai kesepakatan aku hanya diminta untuk meminta maaf kepada pemilik sandal. Segera setelah itu Haji Ridwan membawaku ke rumahnya. Sungguh aku merasa sangat berterimaksih kepada Haji yang dermawan tersebut, beliau membantuku terlepas dari amukan warga. Di rumah Haji Ridwan aku menceritakan semua latar belakangku dan alasan kenapa sampai melakukan tindakan pencurian. Selesai bercerita mereka tak berkomentar apapun, hanya saja Bu Haji mengambilkan aku sepiring nasi lengkap dengan ikan dan teh manis. Dengan sedikit malu aku memakannya. Aku sangat terharu atas kebaikan keluarga Haji Ridwan.

Sekarang tepat 3 bulan setelah peristiwa yang hampir merenggut nyawaku itu tepat, 3 bulan juga aku menjadi marbot di Masjid An-Nur. Haji Ridwan memberikan amanat kepadaku untuk mengurus masjid ini. Setiap hari di Masjid inilah aku bisa mencuri pandang ke Sharoh. Aku hanya bisa mengaguminya dari jauh. Sharoh bagaikan hujan yang memberikan kehidupan pada tanaman. Setiap aku memandangnya rasanya waktu terhenti. Aku hanya bisa mengaguminya. Aku sadar diri. Dari ceramah yang sering ku dengarkan dimasjid ku tahu bahwa jodoh adalah salah satu ketentuan yang tidak bisa dirubah. Aku percaya jika memang Sharoh adalah jodohku maka akan selalu ada cara untuk dekat dengannya.

You Might Also Like

0 komentar:

Bagi pendapat Sob...